PPh Pasal 25
untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.03/2002 Jo KMK No. 522/KMK.04/2000, KEP - 547/PJ./2000 Jo KEP - 513/PJ./2001 Jo KEP - 171/PJ./2002 Jo SE - 14/PJ.41/2002 Jo S - 58/PJ.311/2004
Ketentuan
ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 2002
- Wajib Pajak Orang Pribadi Tertentu (WP OPPT) adalah Wajib Pajak (WP) yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melalui tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar di beberapa lokasi, tidak termasuk perdagangan kendaraan bermotor dan restoran.
- WP yang memiliki beberapa tempat usaha dalam satu wilayah kerja KPP, harus mendaftarkan masing-masing tempat usahanya di KPP yang bersangkutan.
- WP yang memiliki beberapa tempat usaha di lebih dari 1 wilayah kerja KPP, harus mendaftarkan setiap tempat usahanya di KPP Lokasi masing-masing tempat usaha WP berada.
- Terhadap WP OPPT tersebut di atas wajib membayar angsuran PPh dalam tahun berjalan (PPh Pasal 25) sebesar 2 % dari jumlah peredaran bruto berdasarkan pembukuan atau pencatatan setiap bulan dari masing-masing tempat usaha/gerai (outlet) WP.
- WP OP yang memberikan pernyataan semata-mata hanya memiliki satu tempat usaha/gerai(outlet) tidak boleh dikukuhkan menjadi WP OPPT oleh KPP Lokasi. WP yang bersangkutan hanya wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP ke KPP Domisili. KPP lokasi hanya bisa memberitahukan ke WP dan KPP domisili agar terhadap WP yang bersangkutan dilakukan pendaftaran/pemberian NPWP ( lihat S - 58/PJ.311/2004 )
- PPh Pasal 25 tersebut harus dilunasi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan harus dilaporkan ke KPP terkait paling lambat tanggal 20 bulan tersebut dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 25 seperti contoh pada lampiran II KEP - 171/PJ./2002.
- SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut hanya disampaikan di KPP tempat domisili Wajib Pajak terdaftar dengan melampirkan formulir daftar jumlah penghasilan dan pembayaran PPh Pasal 25 dari masing-masing tempat usaha/gerai (outlet). Formulir yng digunakan seperti contoh pada lampiran I KEP - 171/PJ./2002.
- Hal-hal penting sehubungan dengan pembayaran dan pelaporan PPh pasal 25 untuk WP Orang Pribadi tertentu :
a.
|
KPP lokasi
adalah KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha/gerai (outlet).
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b.
|
KPP
Domisili adalah KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal WP Orang
Pribadi yang bersangkutan.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c.
|
Jika WP
Orang Pribadi tertentu menerima atau memperoleh penghasilan lain yang
dikenakan PPh yang bersifat tidak final maka :
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-
|
PPh Pasal
25 yang dibayar oleh masing-masing tempat usaha/gerai (outlet) dapat
dikreditkan dalam penghitungan PPh terutang untuk tahunn pajak yang
bersangkutan
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-
|
Jika ada
kompensasi kerugian tahun pajak sebelumnya, kompensasi kerugian dapat
diperhitungkan dengan penghasilan WP Orang Pribadi tertentu sepanjang belum
habis masa kompensasinya
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-
|
Besarnya
angsuran PPh pasal 25 atas penghasilan lain yang diterima atau diperoleh WP
untuk bulan-bulan setelah batas waktu penyampaian SPT tahunan PPh, sama
dengan besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-
|
Besarnya
angsuran PPh pasal 25 atas penghasilan lain yang diterima atau diperoleh WP
untuk bulan-bulan setelah batas waktu penyampaian SPT tahunan PPh adalah sbb
=
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-
|
Contoh
penghitungan PPh Pasal 25 untuk WP Orang Pribadi tertentu menerima atau
memperoleh penghasilan lain yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final :
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
d.
|
Jika WP
Orang Pribadi tertentu tidak memperoleh penghasilan lain yang dikenakan PPh
yang bersifat final maka :
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-
|
PPh Pasal
25 yang dibayar oleh masing-masing tempat usaha/gerai (outlet) merupakan
pelunasan PPh terutang.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-
|
Jika ada
kompensasi kerugian tahun pajak sebelumnya, kompensasi kerugian tidak dapat
diperhitungkan.
|
Contoh soal
ANGSURAN PPH DALAM TAHUN BERJALAN
(PPH PASAL 25)
(PPH PASAL 25)
Penghitungan
PPh Pasal 25 Secara Umum
-
|
Besarnya
angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan sama dengan PPh yang terutang
menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan PPh yang telah
dipotong/dipungut pihak lain (PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 23)
dan PPh yang terutang di Luar Negeri yang boleh dikreditkan (PPh Pasal 24)
dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
|
Contoh 1 :
Pajak
Penghasilan yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2000
|
=
|
Rp
|
50.000.000,00
|
Dikurangi
dengan :
|
|
|
|
PPh yang
dipotong pemberi kerja (PPh Pasal 21)
|
|
Rp
|
15.000.000,00
|
PPh Pasal
22
|
|
Rp
|
10.000.000,00
|
PPh Pasal
23
|
|
Rp
|
2.500.000,00
|
Kredit
pajak luar negeri (PPh Pasal 24)
|
|
Rp
|
7.500.000,00
|
|
|
|
______________
|
Jumlah
|
=
|
Rp
|
35.000.000,00
|
Dasar
Perhitungan PPh Pasal 25
|
=
|
Rp
|
15.000.000,00
|
Besarnya
angsuran PPh yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2001 adalah :
= Rp 15.000.00,00/12 = Rp 1.250.000,00.
= Rp 15.000.00,00/12 = Rp 1.250.000,00.
Contoh 2 :
Apabila PPh pada contoh 1 di atas berkenaan dengan penghasilan untuk bagian tahun pajak yang meliputi 6 bulan dalam tahun 2000, maka besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2001 sebesar :
= Rp 15.000.000,00/6 = Rp 2.500.000,00.
Apabila PPh pada contoh 1 di atas berkenaan dengan penghasilan untuk bagian tahun pajak yang meliputi 6 bulan dalam tahun 2000, maka besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2001 sebesar :
= Rp 15.000.000,00/6 = Rp 2.500.000,00.
-
|
Besarnya
PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh adalah sama dengan besarnya angsuran PPh untuk bulan terakhir tahun pajak
yang lalu.
|
Contoh :
Apabila SPT Tahunan PPh tahun 2000 disampaikan pada bulan Maret 2001, maka besarnya angsuran PPh yang harus dibayar wajib pajak untuk bulan Januari dan Februari 2001 adalah sama dengan angsuran bulan Desember 2000, misalnya sebesar Rp 1.000.000,00
Apabila dalam bulan September 2000 diterbitkan Surat Keputusan pengurangan angsuran PPh menjadi nihil, sehingga angsuran PPh untuk bulan Oktober s.d. Desember 2000 menjadi nihil, maka angsuran PPh untuk bulan Januari dan Februari 2001 juga nihil.
Apabila SPT Tahunan PPh tahun 2000 disampaikan pada bulan Maret 2001, maka besarnya angsuran PPh yang harus dibayar wajib pajak untuk bulan Januari dan Februari 2001 adalah sama dengan angsuran bulan Desember 2000, misalnya sebesar Rp 1.000.000,00
Apabila dalam bulan September 2000 diterbitkan Surat Keputusan pengurangan angsuran PPh menjadi nihil, sehingga angsuran PPh untuk bulan Oktober s.d. Desember 2000 menjadi nihil, maka angsuran PPh untuk bulan Januari dan Februari 2001 juga nihil.
CONTOH
PENGHITUNGAN ANGSURAN PPh PASAL 25 WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Si A adalah Pengusaha Warung Makan di Jogjakarta yang memiliki penjualan pada tahun 2010 sebesar Rp180.000.000,-. Si A statusnya kawin dan mempunyai 2 (dua) orang anak. Si A menyelenggarakan pencatatan untuk menghitung pajaknya. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar sebagai angsuran dalam tahun berjalan dihitung sebagai berikut:
Si A adalah Pengusaha Warung Makan di Jogjakarta yang memiliki penjualan pada tahun 2010 sebesar Rp180.000.000,-. Si A statusnya kawin dan mempunyai 2 (dua) orang anak. Si A menyelenggarakan pencatatan untuk menghitung pajaknya. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar sebagai angsuran dalam tahun berjalan dihitung sebagai berikut:
- Jumlah peredaran setahun Rp180.000.000,-
- Presentase penghasilan norma (lihat daftar presentase norma) = 20%
- Penghasilan neto setahun = 20% x Rp 180.000.000,- = Rp 3.000.000,-
- Penghasilan Kena Pajak = penghasilan neto dikurangi PTKP Rp 36.000.000,- – Rp 19.800.000,- = Rp 6.200.000,-
- Pajak Penghasilan yang terutang : 5% x Rp 6.200.000,- = Rp 310.000,-
- PPh Pasal 25 (angsuran) yang harus dibayar si A setiap bulan: Rp 310.000,- : 12 = Rp 25.833,-
CONTOH
PENGHITUNGAN ANGSURAN PPh PASAL 25 WAJIB PAJAK BADAN
Koperasi Unit Desa A bergerak dibidang simpan pinjam. Pada tahun 2010 memiliki penerimaan bruto dalam setahun sebesar Rp 500.000.000,- dan seluruh biaya-biaya yang berkaitan dengan usaha (sesuai ketentuan perpajakan) sebesar Rp 4.250.000.000,-.
Koperasi Unit Desa A bergerak dibidang simpan pinjam. Pada tahun 2010 memiliki penerimaan bruto dalam setahun sebesar Rp 500.000.000,- dan seluruh biaya-biaya yang berkaitan dengan usaha (sesuai ketentuan perpajakan) sebesar Rp 4.250.000.000,-.
- Dengan demikian, penghasilan netonya adalah : Rp 500.000.000,- – Rp 425.000.000,- = Rp 75.000.000,-
- Pajak Penghasilan yang terutang : Rp75.000.000,- x 25% x 50% = Rp9.375.000,-
- Tarif 50% di atas dikarenakan Koperasi Unit Desa A mendapat fasilitas.
- PPh Pasal 25 (angsuran) yang harus dibayar KUD A setiap bulan: Rp9.375.000,- : 12 = Rp781.250,-
CONTOH
PENGHITUNGAN PELUNASAN PPh PASAL 29 WAJIB ORANG PRIBADI
Si A adalah pengusaha restoran (UMKM) di Jakarta yang tergolong sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dan menggunakan pencatatan dalam penghitungan besarnya PPh.
Si A adalah pengusaha restoran (UMKM) di Jakarta yang tergolong sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dan menggunakan pencatatan dalam penghitungan besarnya PPh.
- Jumlah peredaran usaha (omzet) selama setahun adalah Rp 510.500.000,-
- PPh Pasal 25 (WP OPPT) yang sudah dilunasi (0,75 x Rp 510.500.000,-) adalah Rp 3.828.750,-
- Setelah dihitung PPh yang terutang selama setahun adalah Rp 10.975.750,-
- PPh Pasal 29 yang harus dilunasi oleh si A adalah sebesar : Rp 10.975.750,- – Rp 3.828.750,- = Rp 7.147.000,-
CONTOH
PENGHITUNGAN PELUNASAN PPh PASAL 29 WAJIB PAJAK BADAN
Koperasi Unit Desa A, setelah menghitung PPh terutang tahun pajak 2010 diketahui PPh terutang setahun sebesar Rp 12.000.000,-.
Koperasi Unit Desa A, setelah menghitung PPh terutang tahun pajak 2010 diketahui PPh terutang setahun sebesar Rp 12.000.000,-.
- Angsuran PPh Pasal 25 selama tahun 2010 (12 bulan) sebesar : Rp 781.250,- x 12 = Rp 9.375.000,-
- PPh Pasal 29 yang harus dilunasi oleh KUD A adalah sebesar : PPh yang terutang – angsuran PPh Pasal 25 Rp12.000.000, – Rp9.375.000,- = Rp2.625.000,00
CONTOH
PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS GAJI KARYAWAN
Polan (tidak kawin) yang telah memiliki NPWP adalah karyawan Koperasi, menerima gaji Rp 1.700.000,-/bulan, tunjangan beras Rp 300.000,-/bulan. Penghitungan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut:
Polan (tidak kawin) yang telah memiliki NPWP adalah karyawan Koperasi, menerima gaji Rp 1.700.000,-/bulan, tunjangan beras Rp 300.000,-/bulan. Penghitungan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut:
- Penghasilan bruto : (1.700.000,- + 300.000,-) = Rp 2.000.000,-
- Biaya jabatan : (5% x Rp 2.000.000) = Rp 100.000,-
- Iuran pensiun : = Rp 100.000,-
- Penghasilan neto sebulan = Rp 1.800.000,-
- Penghasilan neto setahun : (12 x Rp 1.800.000,-) = Rp 21.600.000,-
- Penghasilan Tidak Kena Pajak(TK/-) = Rp 15.840.000,-
- Penghasilan Kena Pajak = Rp 5.760.000,-
- PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp5.760.000,- = Rp 288.000,-
- PPh Pasal 21 sebulan : Rp288.000,- : 12 = Rp 24.000,-
CONTOH
PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS GAJI KARYAWAN
Polan (kawin tanpa tanggungan) yang telah memiliki NPWP adalah karyawan Tuan A (UMKM) yang telah ditunjuk KPP sebagai pemotong PPh Pasal 21 , menerima gaji Rp 2.000.000,-/bulan, Penghitungan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut:
Polan (kawin tanpa tanggungan) yang telah memiliki NPWP adalah karyawan Tuan A (UMKM) yang telah ditunjuk KPP sebagai pemotong PPh Pasal 21 , menerima gaji Rp 2.000.000,-/bulan, Penghitungan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut:
- Penghasilan bruto : (2.000.000,- ) = Rp 2.000.000,-
- Biaya jabatan : (5% x Rp 2.000.000) = Rp 100.000,-
- Iuran pensiun : = Rp 100.000,-
- Penghasilan neto sebulan = Rp 1.800.000,-
- Penghasilan neto setahun : (12 x Rp 1.800.000,-) = Rp 21.600.000,-
- Penghasilan Tidak Kena Pajak(TK/-) = Rp 17.160.000,-
- Penghasilan Kena Pajak = Rp 4.440.000,-
- PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp 4.440.000,- = Rp 222.000,-
- PPh Pasal 21 sebulan : Rp 222.000,- : 12 = Rp 18.500,-
CONTOH
PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 22 ATAS PEMBELIAN BAHAN-BAHAN UNTUK
KEPERLUAN INDUSTRI
Polin adalah UMKM perseorangan (memiliki NPWP) yang telah ditunjuk KPP sebagai pemungut PPh Pasal 22, membayar Rp10.000.000,- untuk pembelian kayu dari pedagang pengumpul. Besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Polin : Rp10.000.000,- x 0,25 = Rp25.000,-
Polin adalah UMKM perseorangan (memiliki NPWP) yang telah ditunjuk KPP sebagai pemungut PPh Pasal 22, membayar Rp10.000.000,- untuk pembelian kayu dari pedagang pengumpul. Besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Polin : Rp10.000.000,- x 0,25 = Rp25.000,-
CONTOH
PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 22 ATAS IMPOR BARANG
CV Polan (badan memiliki NPWP) melakukan import barang dengan nilai impor Rp50.000.000,-. CV Polan tidak mempunyai Angka Pengenal Impor (API). Besarnya PPh Pasal 22 yang harus disetor oleh CV Polan : Rp50.000.000,- x 7,5% = Rp3.750.000,-
CV Polan (badan memiliki NPWP) melakukan import barang dengan nilai impor Rp50.000.000,-. CV Polan tidak mempunyai Angka Pengenal Impor (API). Besarnya PPh Pasal 22 yang harus disetor oleh CV Polan : Rp50.000.000,- x 7,5% = Rp3.750.000,-
CONTOH
PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 23 ATAS JASA TERTENTU (SERVICE MESIN ATAU
KOMPUTER)
PT Polan (badan memiliki NPWP) membayar ke perusahaan yang bergerak di bidang service komputer dengan nilai jasa Rp5.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 23 yang harus dipotong PT Polan : Rp5.000.000,- x 2% = Rp100.000,-
PT Polan (badan memiliki NPWP) membayar ke perusahaan yang bergerak di bidang service komputer dengan nilai jasa Rp5.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 23 yang harus dipotong PT Polan : Rp5.000.000,- x 2% = Rp100.000,-
CONTOH
PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 23 ATAS JASA TERTENTU (SERVICE MESIN ATAU
KOMPUTER)
PT Polan (badan memiliki NPWP) menerima penghasilan dari PT Delta karena memberikan jasa cleaning service dengan nilai kontrak Rp50.000.000,-. Besarnya penghasilan yang diterima PT Polan tersebut yang harus dipotong PPh Pasal 23 oleh PT Delta adalah sebagai berikut : Rp50.000.000,- x 2% = Rp1.000.000,-
PT Polan (badan memiliki NPWP) menerima penghasilan dari PT Delta karena memberikan jasa cleaning service dengan nilai kontrak Rp50.000.000,-. Besarnya penghasilan yang diterima PT Polan tersebut yang harus dipotong PPh Pasal 23 oleh PT Delta adalah sebagai berikut : Rp50.000.000,- x 2% = Rp1.000.000,-
CONTOH
PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 26 ATAS PENGHASILAN TERTENTU (ROYALTI)
PT Polan (badan) membayar royalty ke perusahaan yang berada di luar negeri dengan jumlah Rp100.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 26 yang harus dipotong PT Polan : Rp100.000.000,- x 20% = Rp20.000.000,-
PT Polan (badan) membayar royalty ke perusahaan yang berada di luar negeri dengan jumlah Rp100.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 26 yang harus dipotong PT Polan : Rp100.000.000,- x 20% = Rp20.000.000,-
CONTOH
PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 4 AYAT (2) ATAS PENGHASILAN DARI
PERSEWAAN TANAH DAN ATAU BANGUNAN
CV Polan (badan memiliki NPWP) membayar kepada Tuan A sebesar Rp10.000.000,-. atas sewa toko. Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dipotong CV Polan : Rp10.000.000,- x 10% = Rp1.000.000,-
CV Polan (badan memiliki NPWP) membayar kepada Tuan A sebesar Rp10.000.000,-. atas sewa toko. Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dipotong CV Polan : Rp10.000.000,- x 10% = Rp1.000.000,-
CONTOH
PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 4 AYAT (2) ATAS PENGHASILAN DARI USAHA
JASA KONSTRUKSI
CV Polan (badan memiliki NPWP) menerima penghasilan atas jasa kosntruksi yang diserahkannya ke Dinas Pendidikan kota A sebesar Rp500.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dipotong Dinas Pendidikan Kota A atas penghasilan yang diterima CV Polan : Rp500.000.000,- x 2% = Rp10.000.000,-
CV Polan (badan memiliki NPWP) menerima penghasilan atas jasa kosntruksi yang diserahkannya ke Dinas Pendidikan kota A sebesar Rp500.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dipotong Dinas Pendidikan Kota A atas penghasilan yang diterima CV Polan : Rp500.000.000,- x 2% = Rp10.000.000,-
CONTOH
PENYETORAN SENDIRI DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 4 AYAT (2) ATAS PENGHASILAN DARI
PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN
Tuan Bonar (perseorangan memiliki NPWP) menerima penghasilan atas penjualahan tanah berikut bangunannya sebesar Rp1.000.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus disetor sendiri oleh Tuan B atas penghasilan yang diterimanya : Rp1.000.000.000,- x 5% = Rp50.000.000,-
Tuan Bonar (perseorangan memiliki NPWP) menerima penghasilan atas penjualahan tanah berikut bangunannya sebesar Rp1.000.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus disetor sendiri oleh Tuan B atas penghasilan yang diterimanya : Rp1.000.000.000,- x 5% = Rp50.000.000,-
CONTOH
PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 15 ATAS PENGHASILAN SEWA KAPAL MILIK
PERUSAHAAN PELAYARAN DALAM NEGERI
CV Polan (badan memiliki NPWP) membayar kepada PT C yang merupakan perushaan pelayaran sebesar Rp50.000.000,-. Atas sewa kapal (charter). Besarnya PPh Pasal 15 yang harus dipotong oleh CV Polan :Rp50.000.000,- x 1,2% = Rp600.000,-
CV Polan (badan memiliki NPWP) membayar kepada PT C yang merupakan perushaan pelayaran sebesar Rp50.000.000,-. Atas sewa kapal (charter). Besarnya PPh Pasal 15 yang harus dipotong oleh CV Polan :Rp50.000.000,- x 1,2% = Rp600.000,-
CONTOH
PENYETORAN SENDIRI DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 15 ATAS PENGHASILAN DARI USAHA
PELAYARAN
CV Utama (badan) memiliki usaha perkapalan dan menerima penghasilan atas sewa kapal selama sebulan dari perseorangan (bukan pemotongan) sebesar Rp10.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 15 yang harus disetor sendiri oleh CV Utama atas penghasilan yang diterimanya :Rp10.000.000,- x 1,2% = Rp120.000,-
CV Utama (badan) memiliki usaha perkapalan dan menerima penghasilan atas sewa kapal selama sebulan dari perseorangan (bukan pemotongan) sebesar Rp10.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 15 yang harus disetor sendiri oleh CV Utama atas penghasilan yang diterimanya :Rp10.000.000,- x 1,2% = Rp120.000,-
CONTOH
PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPN ATAS PENJUALAN BARANG KENA PAJAK
CV Polan (sudah dikukuhkan sebagai PKP) menyerahkan (menjual) Barang Kena Pajak berupa Alatalat tulis kepada pembelinya seharga Rp2.000.000,-. Besarnya PPN yang harus dipungut oleh CV Polan dari pembeli: Rp2.000.000,- x 10% = Rp200.000,- Sehingga total yang ditagih CV Polan kepada pembelinya : Rp2.000.000,- + Rp200.000,- =Rp2.200.000,-
CV Polan (sudah dikukuhkan sebagai PKP) menyerahkan (menjual) Barang Kena Pajak berupa Alatalat tulis kepada pembelinya seharga Rp2.000.000,-. Besarnya PPN yang harus dipungut oleh CV Polan dari pembeli: Rp2.000.000,- x 10% = Rp200.000,- Sehingga total yang ditagih CV Polan kepada pembelinya : Rp2.000.000,- + Rp200.000,- =Rp2.200.000,-
CONTOH
PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPN ATAS PENJUALAN BARANG KENA PAJAK KEPADA KANTOR
PEMERINTAHAN (PEMUNGUT PPN)
CV Polan (sudah dikukuhkan sebagai PKP) menyerahkan jasa catering kepada Bendahara Kementerian Keuangan dengan kontrak harga Rp20.000.000,-. Besarnya PPN yang harus dipungut oleh CV Polan dari pembeli (Kementrian Keuangan): Rp20.000.000,- x 10% = Rp2.000.000,- Sehingga total yang ditagih CV Polan kepada Bendahara Kementerian Keuangan: Rp2.000.000,- + Rp200.000, =Rp2.200.000,- Namun karena Bendahara Kementerian Keuangan ditunjuk sebagai pemungut, maka PPN yang ditagih CV Polan (sebesar Rp200.000), disetor sendiri oleh Bandahara Kementerian Keuangan tersebut ke bank atau kantor pos
CV Polan (sudah dikukuhkan sebagai PKP) menyerahkan jasa catering kepada Bendahara Kementerian Keuangan dengan kontrak harga Rp20.000.000,-. Besarnya PPN yang harus dipungut oleh CV Polan dari pembeli (Kementrian Keuangan): Rp20.000.000,- x 10% = Rp2.000.000,- Sehingga total yang ditagih CV Polan kepada Bendahara Kementerian Keuangan: Rp2.000.000,- + Rp200.000, =Rp2.200.000,- Namun karena Bendahara Kementerian Keuangan ditunjuk sebagai pemungut, maka PPN yang ditagih CV Polan (sebesar Rp200.000), disetor sendiri oleh Bandahara Kementerian Keuangan tersebut ke bank atau kantor pos
CONTOH
PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPN ATAS PEMBELIAN BARANG KENA PAJAK ATAU JASA KENA
PAJAK
CV Polan (sudah dikukuhkan sebagai PKP) membeli mesin cetak (Barang Kena Pajak) dari PT Bagus (PKP) seharga Rp50.000.000,-. Besarnya PPN yang harus dibayar oleh CV Polan dari pembeli: Rp50.000.000,- x 10% = Rp5.000.000,- Sehingga total yang dibayar CV Polan kepada PT bagus : Rp50.000.000,- + Rp5.000.000,-
CV Polan (sudah dikukuhkan sebagai PKP) membeli mesin cetak (Barang Kena Pajak) dari PT Bagus (PKP) seharga Rp50.000.000,-. Besarnya PPN yang harus dibayar oleh CV Polan dari pembeli: Rp50.000.000,- x 10% = Rp5.000.000,- Sehingga total yang dibayar CV Polan kepada PT bagus : Rp50.000.000,- + Rp5.000.000,-
0 comments:
Post a Comment