KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 164/KMK.03/2002
TENTANG
KREDIT PAJAK LUAR NEGERI
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Bahwa dalam rangka melaksanakan
ketentuan Pasal 24 ayat (6) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, perlu menetapkan Keputusan Menteri
Keuangan tentang Kredit Pajak Luar Negeri
;
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (LN RI Tahun 1983 No.
49, TLN RI No. 3262), sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (LN RI Tahun 2000 No.126, TLN RI No.
3984);
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan (LN RI Tahun 1983 No.50, TLN RI No. 3263),
sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-undang No. 17 Tahun
2000 (LN RI Tahun 2000 No.127, TLN RI No. 3985);
3. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001;
M E M U T U S K A N :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KREDIT PAJAK LUAR NEGERI.
Pasal 1
(1) Wajib Pajak dalam negeri terutang
pajak atas Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari seluruh penghasilan
termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.
(2) Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut :
a. untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut;
b. untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut;
c. untuk penghasilan berupa dividen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, dilakukan dalam tahun
pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan
Keputusan Menteri Keuangan.
(3) Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak.
Pasal 2
(1) Apabila dalam Penghasilan Kena
Pajak terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka Pajak
Penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri atas penghasilan
tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang di
Indonesia.
(2) Pengkreditan pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya
penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2).
1. Jumlah kredit pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sama dengan jumlah
pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh
melebihi tertentu.
2. Jumlah tertentu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) dihitung menurut perbandingan antara penghasilan
dari luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan pajak
yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak, paling tinggi sama dengan
pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak dalam hal Penghasilan
Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
3. Apabila penghasilan luar
negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk masing-masing negara.
4. Penghasilan Kena Pajak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak termasuk Penghasilan yang
dikena Pajak yang bersifat final sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2)
dan atau penghasilan yang dikenakan pajak sendiri sebagaimana dimaksud
Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000.
Pasal 3
Dalam hal jumlah Pajak Penghasilan yang
dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah kredit pajak yang
diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka kelebihan
tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang
terutang tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau
pengurang penghasilan, dan tidak dapat dimintakan restitusi.
Pasal 4
(1) Untuk melaksanakan pengkreditan
pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib menyimpan permohonan kepada
Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri :
a. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri;
b. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri;
c. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
(2) Penyampaian permohonan kredit
pajak luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan
dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Pasal 5
Atas permohonan Wajib Pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian
lampiran-lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 karena
alasan-alasan di luar kemampuan Wajib Pajak (force majeur).
Pasal 6
(1) Dalam hal terjadi perubahan
besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, Wajib Pajak harus
melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan untuk tahun pajak yang
bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan
tersebut.
(2) Dalam hal pembetulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menyebabkan Pajak Penghasilan kurang dibayar,
maka atas kekurangan tersebut tidak dikenakan bunga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000.
(3) Dalam hal pembetulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menyebabkan Pajak Penghasilan lebih dibayar, maka
atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah
diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.
Pasal 7
Ketentuan yang diperlukan dalam rangka
pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 8
Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini
mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 640/KMK.04/1994 tentang
Kredit Pajak Luar Negeri dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 9
Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Kuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 April 2002
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
B O E D I O N O
L A M P I R A N
TATA CARA PENGKREDITAN PAJAK LUAR NEGERI
TATA CARA PENGKREDITAN PAJAK LUAR NEGERI
1. UMUM
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 (undang-undang Pajak
Penghasilan) menentukan bahwa Wajib Pajak dalam negeri dikenakan Pajak
Penghasilan atas seluruh penghasilan dimanapun penghasilan tersebut
diterima atau diperoleh, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia.
Untuk menghindari pengenaan pajak ganda
tersebut maka sesuai dengan ketentuan Pasal 24, pajak yang dibayar atau
terutang di luar negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang
di Indonesia, tetapi tidak melebihi penghitungan pajak yang terutang
berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan.
Metode kredit pajak yang disebut metode pengkreditan terbatas (”ordinary credit method”).
Tata Cara Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri
1. Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri adalah sebagai berikut :
1. Pajak Penghasilan dikenakan
atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung berdasarkan seluruh
penghasilan yang diterima dan diperoleh oleh Wajib Pajak, baik
penghasilan tersebut berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Dalam menghitung Pajak Penghasilan, maka seluruh penghasilan tersebut
digabungkan dalam tahun pajak diperoleh atau diterimanya penghasilan,
atau dalam tahun pajak sesuai dengan dividen sebagaimana dimaksud dalam
pasal 18 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan.
Contoh
PT A di Jakarta dalam tahun pajak 1995 menerima dan memperoleh penghasilan neto dari sumber luar negeri sebagai berikut :
a. Hasil usaha di Singapura dalam tahun pajak 2001 sebesar Rp 800.000.000,00;
b. Dividen atas pemilikan saham pada ”X
Ltd.” di Australia sebesar Rp 200.000.000,00 yaitu berasal dari
keuntungan Tahun 1998 yang ditetapkan dalam rapat pemegang saham Tahun
2000 dan baru dibayar dalam Tahun 2001;
c. Dividen atas penyertaan saham
sebanyak 70% pada ”Y Corporation” di Hongkong yang sahamnya tidak
diperdagangkan di bursa efek sebesar Rp 75.000.000,00 yaitu berasal dari
keuntungan saham 1999 yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
ditetapkan diperoleh Tahun 2001;
d. Bunga kwartal IV Tahun 2001 sebesar
Rp 100.000.000,00 dari ”Z Sdn Bhd” di Kuala Lumpur yang baru akan
diterima bulan Juli 2002.
Penghasilan dari sumber luar negeri yang
digabungkan dengan penghasilan dalam negeri dalam tahun pajak 2001
adalah penghasilan pada huruf a, b, dan c, sedangkan penghasilan pada
huruf d digabungkan dengan penghasilan dalam negeri dalam tahun pajak
2002.
2. Dalam menghitung Penghasilan
Kena Pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib Pajak diluar negeri tidak
boleh dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari Indonesia.
Contoh :
PT B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam Tahun 1995 sebagai berikut :
a. di negara X, memperoleh penghasilan (laba) Rp 1.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 40% (Rp 400.000.000,00);
b. di negara Y, memperoleh penghasilan (laba) Rp 3.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 25% (Rp 750.000.000,00);
c. di negara Z, menderita kerugian Rp 2.500.000.000,00;
d. Penghasilan usaha di dalam negeri Rp 4.000.000.000,00.
Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut :
1. Penghasilan luar negeri :
a. Laba di Negara X Rp 1.000.000.000,00
b. Laba di Negara Y Rp 3.000.000.000,00
c. Laba di Negara Z Rp —— (+)
—————————–
Jumlah penghasilan dalam negeri = Rp 4.000.000.000,00
2. Penghasilan dalam negeri = Rp 4.000.000.000,00
3. Jumlah penghasilan neto adalah :
Rp 4.000.000.000,00 + Rp 4.000.000.000,00
= Rp 8.000.000.000,00
4. PPh terutang (menurut tarif Pasal 17) = Rp 2.382.500.000,00
5. Batas maksimum kredit pajak luar negeri untuk masing-masing negara adalah :
a. Untuk negara X =
Rp.1.000.000.000,00 x Rp 2.382.500.000,00
Rp 8.000.000.000,00
= Rp 297.812.500,00
Pajak yang terutang di negara X sebesar
Rp 400.000.000,00, namun maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan =
Rp 297.812.500,00
b. Untuk negara Y =
Rp.3000.000.000,00 x Rp 2.382.500.000,00
Rp 8.000.000.000,00
= Rp 893.437.500,00
Pajak yang terutang di negara Y sebesar
Rp 750.000.000,00, maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan
adalah Rp 750.000.000,00.
Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah Rp 297.812.500,00 + Rp 750.000.000,00 = Rp 1.047.812.500,00.
Dari contoh di atas jelas bahwa dalam
menghitung Penghasilan Kena Pajak, kerugian yang diderita di luar negeri
yaitu (di negara Z sebesar Rp 2.500.000.000,00) tidak dikompensasikan.
3. Penghitungan batas maksimum kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah sebagai berikut :
Contoh.
a) PT A di Jakarta memperoleh
penghasilan neto dalam Tahun 1995 sebagai beikut : Penghasilan dalam
negeri Rp 1.000.000.000,00 Penghasilan luar negeri (dengan tarif Pajak
20%)Rp 1.000.000.000,00
Penghitungan jumlah maksimum kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut :
1. Penghasilan luar negeri
Rp 1.000.000.000,00 Penghasilan dalam negeri
Rp 1.000.000.000,00 (+) Jumlah penghasilan neto
Rp 2.000.000.000,00
2. Apabila jumlah penghasilan neto sama
dengan Penghasilan Kena Pajak, maka sesuai dengan tarif Pasal 17, Pajak
Penghasilan yang terutang sebesar Rp 582.500.000,00.
3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah :
Rp.1.000.000.000,00 x Rp 582.500.000,00
Rp 2.000.000.000,00
= Rp 291.250.000,00
Oleh karena batas maksimum kredit pajak
luar negeri sebesar Rp 291.250.000,00 lebih besar dari jumlah pajak luar
negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri yaitu sebesar Rp
200.000.000,00, maka jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan
adalah sebesar Rp 200.000.000,00.
b) PT B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam Tahun 1995 sebagai berikut :
Penghasilan dari usaha di luar negeri Rp 1.000.000.000,00
Rugi usaha di dalam negeri (Rp 200.000.000,00)
Pajak atas penghasilan di luar negeri misalnya 40% = Rp 400.000.000,00
Penghitungan maksimum kredit pajak luar negeri serta pajak terutang adalah sebagai berikut :
1. Penghasilan usaha luar negeri Rp 1.000.000.000,00
Rugi usaha dalam negeri (Rp 200.000.000,00) (+)
Jumlah Penghasilana neto Rp 800.000.000,00
2. Apabila jumlah penghasilan neto sama
dengan Penghasilan Kena Pajak, maka sesuai dengan tarif Pasal 17, Pajak
Penghasilan yang terutang sebesar Rp 222.500.000,00
3. Batas maksimum pajak luar negeri adalah :
Rp.1.000.000.000,00 x Rp 222.500.000,00
Rp 8.000.000.000,00
= Rp 278.125.000,00
Oleh karena pajak yang dibayar di luar
negeri dan batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat
dikreditkan masih lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, maka
kredit pajak luar negeri yang diperkenankan untuk dikreditkan dalam
penghitungan Pajak Penghasilan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang
terutang yaitu Rp 222.500.000,00.
4. Dalam hal penghasilan luar negeri
bersumber dari beberapa negara, maka jumlah maksimum kredit pajak luar
negeri dihitung untuk masing-masing negara dengan menerapkan cara
penghitungan sebagai berikut :
Contoh :
PT C di Jakarta dalam Tahun 1995 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut :
- Penghasilan dari dalam negeri = Rp 2.000.000.000,00
- Penghasilan dari negara X
(dengan tarif pajak 40%) = Rp 1.000.000.000,00
- Penghasilan dari negara Y
(dengan tarif pajak 30%) = Rp 2.000.000.000,00(+)
Jumlah penghasilan neto = Rp 5.000.000.000,00
Apabila penghasilan neto sama dengan
Penghasilan Kena Pajak, maka Pajak Penghasilan terutang menurut tarif
Pasal 17 sebesar Rp 1.482.500.000,00.
Batas maksimum kredit pajak luar negeri setiap negara adalah :
a. untuk negara X =
Rp.1.000.000.000,00 x Rp 1.482.500.000,00. = Rp 296.500.000,00
Rp 5.000.000.000,00
Pajak yang terutang di luar negeri
sebesar Rp 400.000.000,00 lebih besar dari batas maksimum kredit pajak
yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit yang diperkenankan hanya
sebesar Rp 296.500.000,00
1. untuk negara Y =
Rp.2.000.000.000,00 x Rp 1.482.500.000,00. = Rp 593.000.000,00
Rp 5.000.000.000,00
Pajak yang terutang di luar negeri
sebesar Rp 600.000.000,00 lebih besar dari batas maksimum kredit pajak
yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit pajak yang diperkenankan
adalah Rp 593.000.000,00.
5. Dalam hal Wajib Pajak memperoleh
penghasilan yang dikenakan Pajak yang bersifat final sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan atau penghasilan yang dikenakan
pajak tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4)
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun
2000, maka atas penghsilan tersebut bukan merupakan faktor penambah
penghasilan pada saat penghitungan Penghasilan Kena Pajak.
Contoh :
PT “D” di Jakarta dalam tahun 2001 memperoleh penghasilan sebagai berikut :
1. Penghsilan dari Negara Z Rp2.000.000.000,00
(dengan tarif pajak 30%)
2. Penghasilan Dalam Negeri Rp3.500.000.000,00
(Penghasilan Dalam Negeri ini termasuk
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang
Pajak Penghasilan sebesar Rp500.000.000,00)
3. Penghasilan Kena Pajak PT “D” sebesar :
(Rp2.000.000.000,00 + Rp3.500.000.000,00 – Rp500.000.000,00 = Rp500.000.000,00)
= Rp5.000.000.000,00
4. Sesuai tarif Pasal 17, Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp1.482.500.000,00
5. Batas Maksimum kredit pajak luar negeri adalah :
Rp.2.000.000.000,00 x Rp 1.482.500.000,00. = Rp 593.000.000,00
Rp 5.000.000.000,00
Pajak terutang di negara Z sebesar Rp 600.000.000,00 namun maksimum kredit pajak dapat dikreditkan sebesar Rp 593.000.000,00
2. Pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan karena perubahan penghasilan dari luar negeri, dilakukan seabagai berikut :
1. Dalam hal koreksi fiskal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah koreksi yang menyebabkan
adanya tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak atas penghasilan
terutang di luar negeri lebih besar dari yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan, sehingga pajak di luar negeri kurang dibayar,
maka terdapat kemungkinan Pajak Penghasilan di Indonesia juga kurang
dibayar. Sepanjang koreksi fiskal di luar negeri tersebut dilaporkan
sendiri oleh Wajib Pajak melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan,
maka bunga yang terutang atas pajak yang kurang dibayar tersebut tidak
ditagih.
Contoh :
1. Penghasilan luar negeri (SPT) = Rp1.000.000.000,00
2. Penghasilan dalam negeri= Rp2.000.000.000,00
3. Penghasilan luar negeri (setelah dikoreksi di luar negeri) Rp2.000.000.000,00
4. Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri misalnya 40 %
5. PPh Pasal 25 yang dibayar = Rp 500.000.000,00
6. PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah sebagai berikut :
S P T | SPT PEMBETULAN | |||
1. | Penghasilan luar negeri | Rp 1.000.000.000,00 | 1. Penghasilan luar negeri | Rp 2.000.000.000,00 |
2. | Penghasilan dalam negeri | Rp 2.000.000.000,00 | 2. Penghasilan dalam negeri | Rp 2.000.000.000,00 |
3. | Penghasilan Kena Pajak | Rp 3.000.000.000,00 | 3. Penghasilan Kena Pajak | Rp 4.000.000.000,00 |
================= | ================= | |||
4. | PPh terutang | Rp 882.500.000,00 | 4. PPh terutang | Rp 1.182.500.000,00 |
5. | Kredit Pajak Luar Negeri : | 5. Kredit Pajak Luar Negeri : | ||
1.000.000.000,00 x Rp 882.500.000,00 | 2.000.000.000,00 x Rp 1.182.500.000,00 | |||
3.000.000.000,00 = Rp 294.166.667,00 | 4.000.000.000,00 = Rp 591.250.000,00 | |||
6. | PPh harus dibayar | Rp. 588.333.333,00 | 6. Harus bayar di Indonesia | Rp 591.250.000,00 |
7. | PPh Pasal 25 | Rp. 500.000.000,00 | 7. PPh Pasal 25 | Rp 500.000.000,00 |
8. | PPh Pasal 29 | Rp 88.333.333,00 | 8. PPh Pasal 29 | Rp 88.333.333,00 |
9. Masih harus dibayar | Rp 2.916.667,00 | |||
Perlakuan Kredit Pajak terhadap Penghasilan Luar Negeri
(Vibizmanagement – Tax) Pengertian
kredit pajak adalah memperhitungkan pajak penghasilan yang telah dibayar
atau dipungut di muka dengan jumlah pajak yang terutang pada akhir
tahun pajak. Sebagaimana telah diketahui, bahwa wajib pajak dalam negeri
dikenakan pajak pada saat penghasilan diperoleh atau diterima dan
bersifat tidak final (dapat sebagai kredit pajak), terkait dengan PPh
pasal 21, pasal 22 dan pasal 23.
Sedangkan segala bentuk penghasilan yang
sudah dikenakan pajak yang bersifat final, tidak boleh diperlakukan
sebagai kredit pajak. Demikian pula untuk pajak penghasilan yang
dipungut atau dibayar di luar negeri oleh wajib pajak dalam negeri.
Pajak penghasilan yang telah dipungut di luar negeri dapat dikurangkan
dengan pajak penghasilan yang terhutang di Indonesia, bila telah ada
perjanjian kerjasama timbal balik (tax treaty) di bidang perpajakan
antara Indonesia dengan Negara lain. Bila belum ada perjanjian pajak,
maka wajib pajak tidak dapat melakukan kredit pajak. Perhitungan
besarnya pajak yang dapat dikreditkan terhadap pajak terutang atas
seluruh penghasilan yang telah dipungut di luar negeri diatur dalam
pasal 24.
Perlakuan Dalam Praktek
Berdasarkan pasal 24 ayat 1 dan ayat 2 dinyatakan bahwa:
• Pajak yang dibayar atau terutang di
luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau
diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang
terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
• Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.
• Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.
Agar dapat melakukan kredit pajak dengan
baik, ada baiknya kita perlu memperhatikan dasar pengakuan penghasilan.
Dari dua ayat tadi kita dapat peroleh pengertian bahwa:
1. Penghasilan yang “diterima” mengindikasikan bahwa penghasilan diakui pada saat dibayar (cash basis), sedangkan penghasilan “diperoleh” menunjukkan penghasilan diakui pada saat terjadinya walaupun uang belum diterima (accrual basis). Pajak penghasilan di luar negeri ini bisa jadi telah dibayar (cash basis) atau belum dibayar atau terutang (accrual basis) oleh wajib pajak
1. Penghasilan yang “diterima” mengindikasikan bahwa penghasilan diakui pada saat dibayar (cash basis), sedangkan penghasilan “diperoleh” menunjukkan penghasilan diakui pada saat terjadinya walaupun uang belum diterima (accrual basis). Pajak penghasilan di luar negeri ini bisa jadi telah dibayar (cash basis) atau belum dibayar atau terutang (accrual basis) oleh wajib pajak
2. Pajak yang telah dibayar atau
terutang di luar negeri dapat digunakan sebagai pengurang (kredit pajak)
pajak yang terutang atas seluruh penghasilan pada tahun pajak yang sama
3. Batas kredit ditentukan menurut undang-undang
4. Besarnya kredit pajak tidak boleh melebihi jumlah batas kredit pajak
Penggabungan Penghasilan
Wajib pajak menggabungkan (menjumlahkan)
penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dengan
penghasilan yang diterima atau diperoleh didalam negeri, guna menentukan
jumlah pajak penghasilan yang terutang pada tahun pajak berdasarkan
tarif normal (pasal 17). Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar
negeri dilakukan dengan ketentuan berikut :
- Untuk penghasilan dari usaha dilakukan penggabungan dengan penghasilan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut
• Untuk penghasilan lainnya dilakukan penggabungan dengan penghasilan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut
• Untuk penghasilan berupa dividen,
dilakukan penggabungan dengan penghasilan dalam tahun pajak pada saat
perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri
Keuangan
Indonesia menganut kredit pajak dengan metode ordinary credit. Kredit
pajak luar negeri lebih lanjut diatur berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan No. 164/KMK.03/2002. Pajak penghasilan luar negeri yang dapat
dikreditkan hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh oleh wajib pajak. Apabila pajak atas
penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata kemudian
dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang menurut UU ini
harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau
pengembalian itu dilakukan.
Apabila penghasilan luar negeri berasal
dari beberapa Negara, maka pengitungan kredit pajak dilakukan untuk
masing-masing Negara. Kredit pajak dihitung dengan perbandingan antara
penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan kena pajak dikalikan
dengan pajak yang terutang atas Penghasilan kena pajak, paling tinggi
sama dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena pajak dalam hal
Penghasilan kena pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
Contoh perhitungan kredit PPh Luar Negeri dan Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri !
1. Contoh 1 :
PT X berkedudukan di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001 adalah sbb :
- | Penghasilan neto dari dalam negeri sebesar Rp 8.000.000.000,00. |
- | Di Singapura memperoleh penghasilan (laba neto) Rp 2.000.000.000,00, dimana PPh yang dibayar di Singapura sebesar Rp 800.000.000,00 |
- | Di Vietnam memperoleh penghasilan (laba neto) sebesar Rp 6.000.000.000,00, dimana PPh yang dibyar sebesar Rp 1.500.000.000,00 |
- | Di Malaysia menderita kerugian (rugi neto) sebesar Rp 5.000.000.000,00. |
Perhitungan Kredit PPh Luar Negeri-nya adalah sbb :
Penghasilan neto dalam negeri | Rp | 8.000.000.000,00 | |
Penghasilan neto dari Singapura | Rp | 2.000.000.000,00 | |
Penghasilan neto dari Vietnam | Rp | 6.000.000.000,00 | |
________________ | |||
Jumlah Penghasilan Neto | Rp | 16.000.000.000,00 | |
________________ |
Rugi neto yang berasal dari Malaysia tidak boleh digabung (tidak diakui).
Perhitunga PPh Terutang :
10% x Rp 50.000.000,00 | Rp | 5.000.000,00 | |
15% x Rp 50.000.000,00 | Rp | 7.500.000,00 | |
30% x Rp 15.900.000.000,00 | Rp | 4.770.000.000,00 | |
______________ | |||
Rp | 4.782.500.000,00 |
Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri :
- | Singapura = (2 Milyar / 16 Milyar) x Rp 4.782.500.000,00 = Rp 597.812.500,00 |
PPh yang dapat dikreditkan hanya Rp
597.812.500,00 meskipun secara nyata membayar PPh di Singapura sebesar
Rp 800.000.000,00. Sisanya tidak boleh dikompensasi ke tahun berikutnya,
direstitusi, maupun dibebankan sebagai biaya.
- | Vietnam = (6 Milyar / 16 Milyar) x Rp 4.782.500.000,00 =Rp 1.793.437.500,00. |
PPh yang dapat dikreditkan sebesar Rp 1.500.000.000,00 (sebesar yang nyata-nyata dibayar/terutang di Vietnam).
2. Contoh 2 :
PT Y berkedudukan di Surabaya memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001 sbb :
- | Penghasilan neto (rugi) di dalam negeri | Rp | (600.000.000,00) | |
- | Penghasilan neto dari usaha di Philipina | Rp | 3.000.000.000,00 | |
- | _______________ | |||
- | Jumlah | Rp | 2.400.000.000,00 | |
- | PPh yang terutang di Philipina sebesar | Rp . | 1.200.000.000,00 |
Perhitungan Kredit Pajak Luar Negeri :
Jumlah Penghasilan Neto (Penghasilan Kena Pajak)Rp 2.400.000.000,00
PPh Terutang :
PPh Terutang :
10% x Rp 50.000.000,00 | = Rp | 5.000.000,00 | |
15% x Rp 50.000.000,00 | = Rp | 7.500.000,00 | |
30% x Rp 2.300.000.000,00 | = Rp | 690.000.000,00 | |
____________ | |||
Rp | 702.500.000,00 |
Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri :
Karena jumlah Penghasilan Kena Pajaknya
lebih kecil dari pada Penghasilan Neto dari Luar Negeri (di Dalam Negeri
mengalami kerugian), maka maksimum Kredit Pajak Luar Negeri adalah sama
dengan jumlah PPh yang terutang, yaitu Rp 702.500.000,00. PPh yang
telah dibayar di Philipina adalah sebesar Rp 1.200.000.000,00, sehingga
terdapat sisa sebesar Rp 497.500.000,00, yang tidak dapat dikompensasi
ke tahun berikutnya, direstitusi, maupun diakui sebagai biaya.
Hasil Analisa :
Kredit pajak dari Luar Negeri diatur di Pasal 24 UU PPh 1984. Bunyinya sebagai berikut :
(1) Pajak yang dibayar atau terutang
di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang
terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
(2) Besarnya kredit pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak penghasilan yang
dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi
penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.
(3) Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, penentuan sumber penghasilan adalah sebagai berikut :
a. penghasilan dari saham dan
sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau
sekuritas tersebut bertempat kedudukan;
b. penghasilan berupa bunga,
royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara
tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa
tersebut bertempat kedudukan atau berada;
c. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak;
d. penghasilan berupa imbalan
sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat
pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan
atau berada;
e. penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
(4) Penentuan sumber penghasilan
selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan
prinsip yang sama dengan prinsip yang dimaksud pada ayat tersebut.
(5) Apabila pajak atas penghasilan
dari luar negeri yang dikreditkan ternyata kemudian dikurangkan atau
dikembalikan, maka pajak yang terutang menurut Undang-undang ini harus
ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau pengembalian
itu dilakukan.
(6) Ketentuan mengenai pelaksanaan
pengkreditan pajak atas penghasilan dari luar negeri ditetapkan dengan
keputusan Menteri Keuangan.
Keputusan Menteri Keuangan sebagai
pengaturan lebih lanjut sebagaimana dimaksud di Pasal 24 ayat (6) UU PPh
1984 adalah Keputusan Menteri Keuangan No. 164/KMK.03/2002 tentang
Kredit Pajak Luar Negeri. Diantaranya diatur bahwa:
[a] agar kredit pajak luar negeri dapat diakui, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan ke KPP bersamaan dengan penyampaian SPT. Permohonan dimaksud disertai dengan :
[aa.] Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri;
[ab.] Foto Kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri; dan
[ac.] Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
[a] agar kredit pajak luar negeri dapat diakui, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan ke KPP bersamaan dengan penyampaian SPT. Permohonan dimaksud disertai dengan :
[aa.] Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri;
[ab.] Foto Kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri; dan
[ac.] Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
[b] jika kredit pajak dari luar negeri
terdiri dari beberapa negara, maka dihitung tiap (masing-masing) negara
dengan perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap
Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan pajak yang terutang atas
Penghasilan Kena Pajak, paling tinggi sama dengan pajak yang terutang
atas Penghasilan Kena Pajak dalam hal Penghasilan Kena Pajak lebih kecil
dari penghasilan luar negeri. Contoh penghitungan teknisnya lebih baik
lihat langsung ke lampiran Keputusan Menteri Keuangan No.
164/KMK.03/2002.
[c] jika rugi maka kerugian tidak dapat
digabungkan. Jadi yang harus digabungkan hanya penghasilan saja. Selain
itu, kelebihan kredit pajak luar negeri tidak dapat diperhitungkan
dengan Pajak Penghasilan yang terutang tahun berikutnya, tidak boleh
dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, dan tidak dapat
dimintakan restitusi.
0 comments:
Post a Comment