Motivasi Intrinsik & Ekstrinsik
MOTIVASI INTRINSIK
Penting untuk membedakan motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik. Berbicara tentang motivasi intrinsik adalah ketika manusia
dimotivasi oleh aktivitas alamiah, menguasai sesuatu yang baru dengan senang
hati, atau konsekuensi alamiah dari aktivitas tersebut
.
Contohnya orang yang membaca cerita nonfiksi yang
tidak berhubungan dengan pekerjaan mereka hanya karena tertarik dan untuk
mendapatkan pengetahuan baru merupakan suatu motivasi intrinsik. Demikian juga
dengan orang yang menyumbang pada kegiatan amal dan tidak memberitahukan
namanya. Ia ingin menyumbang tanpa diketahui oleh orang lain. Hal ini juga
termasuk kepada motivasi intrinsik.
Motivasi
intrinsik adalah melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri.
Motivasi
Intrinsik ada dua, yakni :
Determinasi
Diri dan Pilihan Personal
Salah satu
pandangan tentang motivasi intrinsik menekankan pada determinasi diri. Dalam
pandangan ini manusia percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri
bukan karena kesuksesan atau imbalan eksternal. Para periset menemukan bahwa
motivasi internal dan minat internal dalam tugas sekolah naik apabila murud
punya pilihan dan peluang untuk mengambil tanggungjawab personal atas
pembelajaran mereka. Misalnya, dalam sebuah studi murid sains di SMA yang
diajak untuk mengorganisir sendiri eksperimen mereka, akan lebih perhatian dan
berminat terhadap praktik laboratorium ketimbang murid yang diharuskan
mengikuti instruksi dan aturan guru yang ketat. (Rainey 1965)
Pengalaman
Optimal
Csikzentmihalyi
menggunakan istilah Flow untuk mendeskripsikan pengalaman optimal dalam
hidup. dia menemukan bahwa pengalaman optimal itu kebanyakan terjadi ketika
oramg merasa mampu menguasai dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu
aktivitas. Dia mengatakan bahwa pengalaman optimal terjadi ketika individu
terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga
tidak terlalu mudah. Flow paling mungkin terjadi di area dimana manusia
ditantang dan menganggap mereka diri mereka punya keahlian yang tinggi. ketika
keahlian manusia tinggi, tetapi aktivitas yang dialaminya tidak menantang
hasilnya adalah kejemuan. ketika level tantangan dan keahlian adalah rendah
hasilnya adalah apati. dan ketika manusia menghadapi tugas sulit yang dirasa
tidak bisa mereka tangani, mereka merasa cemas.
BAGAIMANA
MENAIKKAN MOTIVASI INTRINSIK?
Pujian adalah salah satu hal yang dapat menaikkan motivasi seseorang khususnya
anak. pertanyaan nya adalah apakah pujian tersebut menaikkan motivasi intrinsik
atau justru menurunkan motivasi intrinsik.
Pujian dapat menaikkan motivasi intrinsik apabila
pujian tersebut :
Ø Menyatakan
bahwa anak sukses bukan karena talenta atau kemampuan alamiah anak tersebut
tetapi karena usahanya.
Ø Tulus dan
tidak menyatakan bahwa anak tersebut dikontrol oleh orangtuanya.
Ø Tidak
membandingkan anak dengan anak yang lain.
Ø Menyatakan
secara tidak langsung bahwa orangtua punya standar untuk perilaku anak dan
meyakinkan bahwa anak tersebut mampu mencapai target tersebut dengan usaha.
Pada
kenyataannya pujian yang berlawanan dengan pujian diatas dapat menurunkan
motivasi intrinsik (Henderlong dan Lepper 2002). contohnya jika anak menulis
sebuah puisi yang bagus untuk gurunya, menurut Henderlong dan Lepper pujian
yang bisa menaikkan motivasi intrinsik anak tersebut adalah :
“saya suka
sekali puisi ini. apalagi cara kamu membandingkan dedaunan dan lagu. itu pasti
butuh banyak konsentrasi. “
Sementara
itu pujian yang mengurangi motivasi intrinsik anak seperti :
” Ini luar
biasa! lihat, aku sudah mengatakan bahwa kamu adalah satu-satunya murid yang
jenius dikelas Mrs.Long. kalau kamu terus menulis dan menulis setiap malam
seperti yang Ibu bilang kamu pasti semakin hebat. Universitas Harvard dan Yale
pasti untukmu.”
MOTIVASI
EKSTRINSIK
Motivasi manusia yang diaktifkan oleh penghargaan dari luar. Atau dengan kata
lain melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain. Contoh anak yang
tidak suka tugas Matematika tetapi mengerjakan tugas matematika karena aka nada
hadiah jika jawabannya benar. Maka ia termotivasi secara ekstrinsik. Ia
melakukan tugas itu bukan karena tertarik pada pelajaran tersebut tetapi karena
ada hadiah yang ditawarkan. Sama halnya dengan seseorang yang bekerja keras
untuk jadi pegawai yang baik. Alasan utamanya adalah ingin dikagumi
rekan-rekannya bukan karena ketertarikannya pada pekerjaan tersebut. Hal ini
juga merupakan motivasi ekstrinsik.
Orang yang termotivasi secara intrinsik cenderung bekerja lebih keras. merak
lebih menikmati pekerjaan mereka dan selalu tampil lebih kreatif daripada orang
yang dimotivasi secara ekstrinsik. motivasi intrinsik dibentuk oleh pengalaman
belajar kita. Contohnya anak dari keluarga yang menekankan bahwa belajar itu
menarik dan penting memiliki motivasi intrinsik untuk belajar di sekolah.
Barangkali permasalahan yang paling signifikan dalam memperhatikan perbedaan
motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik adalah pertanyaan kapan penghargaan
dari luar harus diberikan orangtua, guru dalam usaha untuk meningkatkan
motivasi? Kapan saat yang tepat untuk menggunakan motivasi ekstrinsik dalam
bentuk positive reinforcement untuk meningkatkan frekuensi beberapa perilaku?
Fakta menyatakan bahwa jika suatu perilaku jarang terjadi, dapat diasumsikan
bahwa motivasi intrinsic tersebut rendah. Maka motivasi ekstrinsik baik
digunakan dalam meningkatkan frekuensi terjadinya perilaku tersebut. Anak yang
tidak suka matematika akan lebih sering menegerjakannya jika diberi tambahan
uang jajan misalnya. Sementara itu jika individu tersebut sudah memiliki
motivasi intrinsic untuk melakukan sesuatu aktivitas, menambahkan motivasi
ekstrinsik justru dapat mengurangi motivasi intrinsiknya. Contohnya ada anak
yang suka menggambar di sebuah sekolah. Apabila ia diberi sertfikat atau hadiah
setiap kali ia menggambar dengan baik maka mereka akhirnya jarang menggambar
disbanding anak yang tidak diberi hadiah. Banyak studi yang menyatakan bahwa
kita harus berhati-hati untuk memberikan motivasi ekstrinsik yang tidak penting
karena bisa menurunkan motivasi intrinsik.
Management by Objective ( MBO ) digagas pertama kali oleh Peter F.Drucker
yang merupakan profesor, praktisi konsultan manajemen dari Claremont Graduate
University atau sekarang dikenal dengan nama Peter F.Drucker and Masatoshi Uto
Graduate School of Management.MBO digagas pada tahun 1954, dengan tujuan agar para perusahaan dapat berjalan baik harus menetapkan sasaran yang jelas dan secara terpadu agar goal atau tujuan dapat tercapai secara efektif.
MBO mendorong setiap tingkatan manajemen berkomitmen untuk partisipasi dalam mencapai rencana yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dalam pelaksanaan MBO ini harus ada kesepakatan antara karyawan dan pimpinan, agar mereka melaksanakan dan memiliki komitmen yang sama, yaitu :
• Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bagian / bawahan.
• Perencanaan yang akan dilakukan setiap divisi, untuk mendukung tujuan bersama.
• Standard pengukuran keberhasilan pencapaian tujuan.
• Prosedur untuk mengevaluasi keberhsilan pencapaian tujuan.
Untuk mencapai keberhasilan dalam MBO, dibutuhkan partisipasi aktif dari semua pihak internal di perusahaan.
Pimpinan dan karyawan di dalam perusahaan harus memiliki kesepakatan untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik, dimana dicapai melalui proses perencanaan dan implementasi, serta melalui pengawasan bersama dan terintegrasi.
Untuk pelaksanaan MBO, maka di butuhkan tahapan-tahapan sebagai berikut :
• Tahap Persiapan, dimana menyiapkan dokumen-dokumen serta data-data yang diperlukan.
• Tahap Penyusunan, dimana menjabarkan tugas pokok dan fungsi-fungsi setiap bagian dalam organisasi, agar seluruhnya terintegrasi mencapai visi dan misi yang dicanangkan oleh perusahaan. Merumuskan keadaan sekarang untuk membantu identifikasi dan antisipasi masalah atau hambatan serta kemudahan-kemudahan.
• Tahap Pelaksanaan, dimana pelaksanaan seluruh kegiatan dan fungsi manajemen secara menyeluruh seperti pengorganisasian, pengarahan, pemberian semangat dan motivasi, koordinasi, integrasi dan sinkronisasi.
• Tahap Pengendalian, Monitor, Evaluasi dan Penyesuaian, dimana bertujuan tercapainya tujuan dan sasaran yang tertuang dalam rencana stratejik ( Renstra ) melalui kegiatan keseluruhan dalam perusahaan.
Penilaian Kinerja diukur dengan : Efesiensi, Efektivitas, Kemanfaatan program dan keberlanjutan program/kegiatan. Evaluasi dilaksanakan terahadap HASIL (OUTCOMES) PROGRAM yang berupa DAMPAK DAN MANFAAT.
Dalam penyusunan rencana, maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :
• Apa yang akan di kerjakan ? ( What ), tindakan-tindakan apa yang akan dilakukan agar tercapainya sasaran.
• Dimana kegiatan akan dilakukan ? ( Where ), perlu dipertimbangkan tempat pelaksanaan kegiatan yang dapat mendukung kegiatan perencanaan tersebut.
• Kapan waktu yang tepat untuk melaksanakannya ? ( When ), dimana kemampuan untuk mengatur, memilih dan memanfaatkan waktu yang tepat untuk melaksanakan rencana dan eksekusi rencana tersebut.
• Bagaimana, rencana tersebut dilaksanakan ? ( How ), dengan metoda apa pelaksanaan rencana ini akan di eksekusi.
• Siapa yang menjadi sasaran ? ( Who ), menentukan siapa sasaran dan siapa orang yang berkompeten untuk melaksanakan rencana tersebut.
• Mengapa ini dilakukan ? ( Why ), merupakan jawaban dari seluruh pertanyaan What, Where, When, How dan Who. Berusaha melihat, apakah rencana-rencana tersbu
TEORI PENENTUAN-TUJUAN
Orang
termotivasi untuk mencapai tujuan yang jelas; sebaliknya orang akan bermotivasi
kerja rendah bila tujuan dari pekerjaannya tidak jelas.
Mengapa berbagai permainan (games) sangat memoti-vasi banyak orang untuk ikut melakukan karena tujuan yang harus dicapai ada, jelas dan menarik. (Main sepakbola misalnya).
Orang yang tugasnya jelas tujuannya dan lebih “menantang” lebih menunjukkan motivasi kerja yang lebih besar daripada orang yang tujuan tu-gasnya kabur atau terlalu mudah untuk menca-painya.
Memberi tujuan tugas yang jelas akan lebih me-motivasi daripada hanya sekedar mengatakan “Kerjakan dengan sebaik-baiknya”, padahal tu-juan yang harus dicapai tidak jelas.
Penentuan tujuan yang jelas merupakan kepemim-pinan tersendiri. Karana itu rumuskan atau kata-kan tujuan setiap pekerjaan/tugas dengan jelas agar orang-orang yang akan mengerjakan menge-tahui dengan baik. Dan ini akan memotivasi me-reka untuk bekerja mencapai tujuan itu, meski-pun mereka tidak terlibat dalam penentuan tujuannya
Mengapa berbagai permainan (games) sangat memoti-vasi banyak orang untuk ikut melakukan karena tujuan yang harus dicapai ada, jelas dan menarik. (Main sepakbola misalnya).
Orang yang tugasnya jelas tujuannya dan lebih “menantang” lebih menunjukkan motivasi kerja yang lebih besar daripada orang yang tujuan tu-gasnya kabur atau terlalu mudah untuk menca-painya.
Memberi tujuan tugas yang jelas akan lebih me-motivasi daripada hanya sekedar mengatakan “Kerjakan dengan sebaik-baiknya”, padahal tu-juan yang harus dicapai tidak jelas.
Penentuan tujuan yang jelas merupakan kepemim-pinan tersendiri. Karana itu rumuskan atau kata-kan tujuan setiap pekerjaan/tugas dengan jelas agar orang-orang yang akan mengerjakan menge-tahui dengan baik. Dan ini akan memotivasi me-reka untuk bekerja mencapai tujuan itu, meski-pun mereka tidak terlibat dalam penentuan tujuannya
Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori
tujuan, yang mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat/intentions
(tujuan-tujuan) dengan perilaku.
Teori ini secara relatif lempang dan sederhana. Aturan
dasarnya ialah penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke,
tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan yang pernyataannya jelas dan dapat
diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan unjuk-kerja yang lebih tinggi
daripada tujuan-tujuan yang taksa, tidak khusus, dan yang mudah dicapai. Teori
tujuan, sebagaimana dengan teori keadilan didasarkan pada intuitif yang solid.
Penelitian-penelitian yang didasarkan pada teori ini
menggambarkan kemanfaatannya bagi organisasi.
Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By
Objectives =MBO) menggunakan teori penetapan tujuan ini. Berdasarkan
tujuan-tujuan perusahaan, secara berurutan, disusun tujuan-tujuan untuk divisi,
bagian sampai satuan kerja yang terkecil untuk diakhiri penetapan sasaran kerja
untuk setiap karyawan dalam kurun waktu tertentu.
Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori
motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai.
Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang
berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan
berdasarkan prakarsa sendiri, dapat seperti MBO, diwajibkan oleh organisasi
sebagai satu kebijakan peusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat
disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan
memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan
yang telah ia tetapkan. Bila seorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang
lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan
sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa
keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.
0 comments:
Post a Comment