WINBIE GENESIS: Konteks Industri Perbankan di Indonesia winbie genesis

Pages

Sunday, May 24, 2015

Konteks Industri Perbankan di Indonesia



Bagaimana dalam Konteks Industri Perbankan di Indonesia? 
            Bagi industri perbankan, kasus-kasus pemasaran dapat dijadikan semacam proyeksi dalam menerapkan strategi menghadapi gempuran perubahan. Kompetitor yang muncul bukan hanya sesama pemain dalam industri perbankan, tetapi juga lembaga keuangan bukan bank, misalnya modal ventura, reksadana, pasar modal, BMT dan sebagainya.

            Dalam konteks perbankan nasional telah terjadi revolusi yang sangat fundamental. Berawal dari serangkaian kebijakan deregulasi di sektor keuangan, khususnya menyangkut bidang perbankan dan moneter yang juga menandai berakhirnya represi keuangan (financial repression) dan di mulainya liberalisasi keuangan perbankan (financial liberalization).
            Kehadiran kebijakan Paket Juni  (pakjun) 1983, Paket Oktober (pakto)1988  dan paket-paket berikutnya menyebabkan persaingan semakin kompetitif dan nasabah menjadi semakin selektif karena keberadaan penawaran produk yang semakin meningkat. Paradigma yang menekankan pada berbagai upaya mendapatkan laba dengan cara menjual sebanyak-banyaknya agar mencapai laba maksimal (selling concept) menjadi usang. Dahulu selling concept memang membuahkan hasil karena pasarnya adalah pasar penjual (seller’s market). Namun kondisi saat ini, yaitu pasokan melebihi permintaan, maka upaya mendongkrak penjualan tidak mampu memecahkan persoalan jangka panjang perusahaan.
Customer Driven Company
            Keberhasilan bisnis perbankan dewasa ini sangat ditentukan kepuasan nasabahnya. Hal tersebut sejalan dengan pandangan para ahli pemasaran bahwa pelanggan adalah faktor kunci keberhasilan pemasaran (Assael, 1998; Dharmesta & Handoko, 2000). Dalam buku terbarunya ”Beyond Maxi Marketing”, Stan Rapp dan Collins (dikutip  dalam Kertajaya, 1999) berpendapat bahwa kondisi saat ini konsumen akan semakin pintar, minta dilayani secara pribadi, minta terlibat dalam pengembangan suatu produk, makin sensitif dan makin tidak loyal pada merek tertentu. Dengan demikian permintaan dan harapan-harapan mereka (nasabah) semakin meningkat.
            Dalam persaingan yang semakin tajam, program-program pengembangan kualitas produk bagi pengembangan kualitas untuk kepuasan nasabah menjadi hal yang bersifat fardlu ’ain (wajib secara individual). Dalam situasi tersebut, sikap dan perilaku nasabah kritis dan cerdas. Oleh karena itu bank harus dapat dan mau mengerti arti nilai suatu produk di mata nasabah, agar dapat memuaskan kebutuhan mereka.
            Dalam pandangan Kertajaya (1999) telah terjadi pergeseran orientasi perusahaan dari pemasaran yang masih berorientasi perusahaan (marketing oriented company) menjadi perusahaan yang fokus pada pelanggan (custoner driven company). Pergeseran tersebut dipicu oleh situasi persaingan pada saat itu. Apabila situasi persaingan rendah atau bahkan tidak ada persaingan, maka pemasaran tidak atau belum terlalu dibutuhkan perusahaan. Apabila dalam situasi persaingan yang semakin keras maka fungsi pemasaran menjadi semakin penting di dalam perusahaan. Sedangkan pada situasi persaingan yang sangat keras, tidak dapat diduga dan kacau, maka pemasaran harus menjadi jiwa setiap orang di dalam perusahaan tersebut.
            Pada kondisi persaingan yang sangat keras di atas, jiwa organisasi adalah pemasaran. Dari sisi struktur organisasi, mungkin tidak ada departemen pemasaran atau bahkan istilah pemasaran telah hilang dari badan organisasi, namun setiap departemen dan unit memiliki jiwa pemasaran. Kombinasi pemasaran yang dibangun perusahaan telah bergeser dari 4-P (product, price,place, promotion) menjadi 4-C, yaitu sebagai berikut:
  1. Customer solution (solusi untuk pelanggan) artinya perusahaan berpandangan bahwa produk akan semakin bermakna apabila dapat memberikan solusi bagi atas masalah yang dihadapi pelanggannya.
  2. Cost (biaya dari sisi pelanggan) artinya perusahaan seharusnya melihat penetapan harga (price) sebagai suatu konsekuensi finansial secara total yang merupakan beban bagi pelanggan.
  3. Convenient channel, merupakan refleksi dari timbulnya bermacam-macam cara pelanggan membeli produk. Produsen tidak bisa hanya mengandalkan distributor konvensional, tetapi harus memberikan berbagai pilihan bagi konsumen dalam mendapatkan produk.
  4. Communication, interaksi yang bersifat dua atah merupakan revolusi besar dari bauran pemasaran (marketing mix) yang berkonotasi satu arah.

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com