Kesesuaian (congruence)
Pelaksanaan
aktivitas cause-related marketing
diyakini memberikan efek positif bagi perusahaan. Namun demikian, efek positif
tersebut tidak terbentuk begitu saja. Konsumen tidak secara mudah menerima inisiatif
sosial untuk kemudian memberikan reward
kepada perusahaan. Asosiasi positif yang terbentuk dari suatu inisiatif sosial
akan bergantung pada evaluasi konsumen terhadap inisiatif tersebut dalam
hubungannya dengan perusahaan (Becker et
al, 2006).
Salah
satu variabel yang memiliki peran penting dalam proses evaluasi konsumen
terhadap aktivitas cause-related
marketing adalah perceived congruence
(Ellen et al, 2006). Konsumen akan
bersandar pada level congruence atau kesesuaian
antara perusahaan sponsor dan aktivitas filantropi untuk memutuskan apakah
pantas bagi perusahaan tersebut untuk terlibat dalam suatu sponsorship spesifik (Drumwright et al, 1996). Konsumen memiliki keyakinan yang kuat bahwa
perusahaan seharusnya mensponsori isu-isu sosial yang memiliki asosiasi logis
dengan aktivitas perusahaan (Menon dan Kahn, 2003).
Varadarajan
dan Menon (1988) menyatakan bahwa
dalam cause-related
marketing, congruence atau fit
didefinisikan sebagai kesesuaian hubungan yang dirasakan antara suatu isu
dengan lini produk, brand image, positioning dan target pasar. Congruence atau fit
berasal dari asosiasi bersama antara merek dan filantropi, seperti misalnya
dimensi produk, afinitas dengan target segmen spesifik, corporate image associations yang terbentuk akibat aktivitas merek
terdahulu dalam domain sosial
spesifik, dan keterlibatan personel dalam suatu perusahaan atau merek pada domain sosial (Menon dan Khan, 2003).
Definsi lain mengenai congruence
diberikan oleh Becker et al. (2006)
sebagai kesesuaian antara perusahaan dan isu sosial yang dapat diperoleh dari
misi, produk, pasar, teknologi, atribut, konsep merek, atau berbagi bentuk
asosiasi kinci lainnya.
Becker
et al. (2006) mengemukakan bahwa
peran penting congruence didasarkan
oleh sejumlah alasan. Pertama, congruence
berpengaruh pada kuantitas pikiran yang diberikan oleh individu pada suatu
hubungan,
misalnya
meningkatkan elaborasi mengenai perusahaan, inisitif sosial, dan atau hubungan
itu sendiri ketika dirasakan inkonsistensi dengan ekspektasi awal dan informasi
yang ada. Alasan kedua adalah congruence
berpengaruh pada tipe spesifik yang timbul dalam pikiran, seperti misalnya low congruence membentuk pemikiran
negatif dan low congruence itu
sendiri dapat dinilai negatif. Alasan ketiga adalah congruence mempengaruhi evaluasi dari dua objek. Jika konsumen
mengelaborasi keadaan incognity maka
terdapat kecenderungan untuk mengurangi sikap mereka terhadap perubahan dan
inisiatif sosial dan mempertanyakan motif dari apa yang dilakukan oleh
perusahaan (Menon dan Kahn, 2003). Chandon et
al. (2000) menjelaskan bahwa incongruent
yang dirasakan lemah atau tidak ada pada aliansi antara organisasi menunjukkan
bahwa konsumen membutuhkan elaborasi konitif yang lebih dalam pada informasi
yang ada untuk menentukan alasan dari aliansi tersebut.
0 comments:
Post a Comment