PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
( TAX TREATY )
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda atau Tax treaty adalah
perjanjian perpajakan antara negara ( dua negara / bilateral ) yang mengatur mengenai
pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh atau diterima oleh
penduduk dalam salah satu negara atau kedua negara yang melakukan perjanjian
penghindaran pajak berganda tersebut.
Tujuan P3B adalah sebagai berikut:
a. Tidak terjadi pemajakan berganda yang
memberatkan ikim dunia usaha;
b. Peningkatan investasi modal dari luar
negeri ke dalam negeri;
c. Peningkatan sumber daya manusia;
d. Pertukaran informasi guna mencegah
pengelakan pajak;
e. Kedudukan yang setara dalam hal
pemajakan antar kedua negara.
Isi Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda :
Yang tercantum dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
terdiri dari 3 (tiga) bab yailu :
1. Bagian Pokok yaitu
berisi antara lain ruang lingkup
perjanjian dan pembagian perpajakan
2. Bagian Tambahan yaitu berisi
antara lain metode penghindaran pajak berganda dan penyelesaian sengketa pajak.
3. Bagian Penutup yaitu berisi
antara lain saat berlakunya perjanjian dan saat berakhirnya perjanjian.
Kedudukan P3B
Sebelum kita mengetahui kedudukan Perjanian Penghindaran Pajak Berganda,
kita harus mengetahui lebih dahulu perbedaan Undang-Undang Nasional atau
Undang-Undang Domistik dengan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.
Undang-Undang Pajak Nasional
Undang-Undang Pajak Nasional atau Undang-Undang Pajak Domestik adalah
peraturan perpajakan yang berlaku secara umum ( tax generalis) di suatu negara
yang memberi wewenang kepada Pemerinlah untuk melakukan pemungulan pajak. Dalam
Undang-Undang Domestik diatur siapa-siapa yang dikenakan pajak, apa-apa yang dikenakan pajak, apa dasar pengenann
pajak dan berapa besarnya pajak atau berapa tarip pajaknya serta prosedur pembayaran
pajak tersebut.
P3B/Tax Treaty
Tax Treaty/P3B tidak memberikan hak kepada pemerintah untuk
mengenakan pajak mengenai obyek pajak tertentu, tax treaty justru membatasi hak
pemerintah dari suatu negara yang mengadakan tax treaty untuk mengenakan pajak, yaitu membatasi hak
memungut pajak yang diberikan oleh Undang-Undang Pajak Domistik, apabila tidak dibatasi
hak mengenakan pajak, maka pelaksanaan pemungutan pajak yang bersangkutan akan
mengakibatkan pengenaan pajak berganda.
Dari uraian diatas maka kedudukan tax treaty / P3B adalah tax
specialis yaitu mengatur secara khusus mengenai pembagian hak pemajakan mengenai
obyek pajak tertentu, oleh karena itu kedudukannya adalah lebih tinggi
dibanding dengan Undang-Undang Pajak Domistik atau Undang-Undang Pajak suatu
negara yang mengadakan perjanjian.
Dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda berisi ketentuan
untuk mencegah pengenaan pajak berganda yaitu dengan membatasi hak pemajakan
negara sumber atas penghasilan yang diperoleh wajib pajak.
Hak pemajakan negara sumber.
Dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda, hak pemajakan negara
sumber dibedakan menjadi 3 hak pemajakan yaitu :
1. Negara sumber mempunyai hak pemajakan
penuh yang artinya negara sumber dapat memajakai penghasilan yang berasal dari
wilayahnya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Domistik.
2. Negara sumber mempunyai hak
pemajakan terbatas yang artinya negara sumber dapat memajakai penghasilan yang
berasal dan wilayahnya dengan tarip tidak boleh melebihi yang diatur dalam
Perjanjian Penghidaran Pajak Berganda.
3. Negara sumber melepaskan hak
pemajakan yang artinya negara sumber tidak dapat memajaki penghasilan yang
berasal dari wilayahnya.
Contoh : di Indonesia
Pajak Penghasilan Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan Pasal 26 dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan
yaitu, Undang-Undang No.7 tahun 1983 yang telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang No. 38 lahun 2008, secara umum tarip PPh Pasal 26 sebesar 20%.
Dengan adanya Perjanjian, Penghidaran Pajak Berganda antara
Indonesia dengan negara lain, maka tarip PPh Pasal 26 terhadap orang atau badan
sebagai wajib pajak luar negeri yang negaranya mengadakan Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda dengan Indonesia maka hak pemajakan negara Indonesia dapat :
·
Mengenakan Pajak Penghasilan
Pasal 26 dengan tarip penuh yaitu tarip sebesar 20 %.
·
Mengenakan Pajak Penghasilan
Pasal 26 dengan tarip terbatas yaitu misalnya dengan tarip sebesar 10 %.
·
Mengenakan Pajak Penghasilan
Pasal 26 dengan tarip 0 % yaitu Indonesia melepas hak pemajakan Pajak
Penghasilan Pasal 26 atas penghasilan orang atau, badan sebagai wajib pajak
luar negeri yang negaranya mengadakan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.
Besarnya hak pemajakan tersebut tergantung dalam ketentuan tarip
pajak yang diatur dalam Perjanjian Perighindaran Pajak Berganda.
Contoh :
Perjanjian Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelaan
Pajak Atas Penghasilan Indonesia dengan Malaysia (Nomor : 31 Tahun 1992)
1. Bagian Pokok yaitu
berisi antara lain ruang lingkup
perjanjian dan pembagian perpajakan
Pasal 1 : Persetujuan ini berlaku terhadap orang atau badan yang
merupakan penduduk salah satu atau kedua Negara pihak pada persetujuan
Pasal 2 : Pajak yang berlaku menurut Persetujuan ini adalah :
Di Malaysia ;
·
pajak penghasilan dan excess
profit tax (pajak atas laba)
·
the supplementary income tax,
that is development tax dan
·
pajak penghasilan minyak
(selanjutnya disebut pajak Malaysia)
Di Indonesia :
·
Pajak penghasilan; (selanjutnya
disebut “pajak Indonesia)
Pasal 6 : Penghasilan dari Harta Tak Bergerak
Penghasilan yang diperoleh seorang
penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari harta tak bergerak
(termasuk penghasilan yang diperoleh dari lahan pertanian atau kehutanan) yang
berada di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di Negara
lain tersebut.
Pasal 7 : Laba Usaha
Laba suatu perusahaan yang berkedudukan di
suatu Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara itu,
kecuali jika perusahaan itu menjalankan usaha di Negara pihak persetujuan
lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap.
Pasal 8 : Perkapalan dan Pengangkutan Udara
Laba yang diperoleh dari pengoperasian
kapal laut atau pesawat udara dalam jalur lalu lintas internasional hanya akan
dikenakan pajak di Negara dimana tempat manajemen yang efektif dari perusahaan
berada.
Pasal 9 : Perusahaan-perusahaan yang Mempunyai Hubungan Istimewa
Pasal 10 : Deviden
Pasal 11 : Bunga
Pasal 12 : Royalti
Pasal 13 : Keuntungan
dari Pemindahan Harta
Pasal 14 : Pekerjaan
Bebas
Pasal 15 : Penghasilan
Para Direktur
Pasal 16 : Para Seniman
dan Olahragawan
Pasal 17 : Pensiunan dan
Tunjangan Hari Tua
Pasal 18 : Jabatan dalam
Pemerintah
Pasal 16 : Pelajar dan
Peserta Latihan
Pasal 20 : Guru dan
Peneliti
Pasal 21 : Penghasilan
Yang Tidak diatur Secara Tegas
2. Bagian Tambahan yaitu berisi
antara lain metode penghindaran pajak berganda dan penyelesaian sengketa pajak.
Pasal 22 : Panghindaran
Pajak Berganda
·
Pajak penghasilan yang
dibayarkan sesuai dengan perundang-undangan di Indonesia oleh penduduk Malaysia
dapat dikreditkan terhadap pajak di Malaysia
·
Pajak penghasilan yang
dibayarkan sesuai dengan perundang-undangan di Malaysia oleh penduduk Indonesia
dapat dikreditkan terhadap pajak di di Indonesia , tetapi tidak melebihi jumlah
pajak yang dikenakan di Indonesia sesuai dengan perhitungan sebelum pengurangan
tersebut diberikan.
3. Bagian Penutup yaitu berisi
antara lain saat berlakunya perjanjian dan saat berakhirnya perjanjian.
Pasal 23 :
Berakhirnya Persetujuan
Persetujuan
ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu Negara pihak pada
Persetujuan. Masing-masing Negara pihak pada Persetujuan dapat mengakhiri
Persetujuan tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis tentang
berakhirnya Persetujuan kepada Negara pihak pada Persetujuan yang lain melalui
saluran diplomatik.
0 comments:
Post a Comment