BAB I
DOMISILI FISKAL
Materi :
- Pengertian Domisili Fiskal
- Subyek Pajak Dalam negeri
- Subyek Pajak Luar Negeri
- Perbedaan Subyek Pajak Dalam Negeri dan Luar Negeri
- Tidak Termasuk Subyek Pajak
- Penentuan Domisili Fiskal di Beberapa Negara
- Surak Keterangan Domisili
Pengertian Domisili Fiskal
Domisili fiskal (focal domicile) atau
fiscal resident adalah status kependudukan yang digunakan untuk tujuan
pemajakan. UU PPh Indonesia menggunakan istilah subyek pajak dalam negeri untuk
penduduk (resident) dan istilah subjek pajak luar negeri untuk
bukan penduduk (non-resident). Umumnya, domisili fiskal tidak selalu
dikaitkan dengan status kewarganegaraan seseorang atau penduduk menurut
undang-undang kependudukan. Indonesia termasuk negara yang menentukan domisili
fiskal, tanpa melihat apakah seseorang tersebut berkewarga negaraan Indonesia
atau tidak. Sedangkan, Amerika Serikat juga termasuk negara yang menentukan
domisili fiskal, tetapi tetap melihat status kewarganegaraan. Setiap warga
negara Amerika Serikat secara otomatis akan menjadi penduduk (resident) untuk
tujuan pemajakan di Amerika.
Status penduduk (resident) atau
bukan penduduk (non-resident) akan mempengaruhi pemajakan atas
penghasilan seseorang. Pemajakan untuk penduduk, umumnya dikenakan dengan menggunakan
prinsip world wide income, sehingga akan dikenakan pajak di negara
domisili, baik penghasilan yang diterima atau diperoleh di dalam negeri maupun
penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri. Sedangkan pemajakan
untuk bukan penduduk, umumnya dikenakan di negara sumber hanya atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari negara tersebut.
B.
Subjek
Pajak Dalam Negeri
Sesuai pasal 2 ayat (3) UU PPh, maka kriteria dari subjek
dalam negeri adalah sebagai berikut.
Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi wajib pajak
apabila telah menerima atau memeroleh penghasilan yang besarnya melebihi
penghasilan tidak kena pajak. Subjek pajak badan dalam negeri menjadi wajib
pajak sejak saat didirikan, atau bertempatkedudukan di Indonesia.
a.
Orang
pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b.
Badan yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari
badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
·
pembentukannya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
·
pembiayaannya
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja egara atau Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah;
·
penerimaannya
dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
·
pembukuannya
diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
c. Warisan yang belums terbagi sebagai satu
kesatuan menggantikan yang berhak.
Pada prinsipnya, orang pribadi yang menjadi subjek pajak
dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di
Indonesia. Sedangkan yang termasuk dalam pengertian orang pribadi bertempat
tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal
di Indonesia.
UU PPh tidak melihat status subjek pajak orang pribadi
berdasarkan kewarganegaraan, namun lebih pada faktor:
a. tempat tinggal;
b. berapa lama berada di Indonesia; dan
c. adanya niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia.
Faktor tempat tinggal dan berapa lama berada di Indonesia
secara praktis mungkin lebih mudah untuk dilihat, tetapi bagaimana membuktikan
bahwa seseorang punya niat untuk bertempat tinggal di Indonesia? Apakah ketika
seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia ditimbang menurut
keadaan! Salah satu cara untuk menentukan seseorang punya niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia atau tidak, yaitu dengan melihat, apakah seseorang
tersebut terikat dengan kontrak kerja, sehingga mengharuskan bertempat tinggal
di Indonesia dan harus tinggal di Indonesia dalam jangka waktu yang cukup lama.
Keberadaan
orang pribadi di Indonesia yang lebih dari 183 hari tidaklah harus berturut-turut,
tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia,
dalamjangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di Indonesia.
Ilustrasi
Mr. John seorang warga negara
asing (WNA) mengikat kontrak untuk bekerja selama dua tahun pada sebuah
perusahaan pertambangan yang melakukan kegiatan pengeboran minyak dan gas
(migas) lepas pantai di Indonesia. Mr. John berada di Indonesia selama 300 hari
dalam setiap tahunnya.
Bagaimanakah
status subjek pajak Mr. John menurut UU PPh?
Dari ilustrasi
kasus di atas, maka dapat diketahui bahwa:
a. dengan menandatangani kontak kerja, maka hal ini
menunjukkan bahwa Mr. John punya niat untuk berada di Indonesia; dan
b. Mr. John secara fisik berada di Indonesia selama
300 hari selama satu tahun atau lebih dari 183 hari dalam satu tahunnya.
Dengan demikian, menurut ketentuan UU PPh, Mr. John
dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri.
Untuk wajib pajak badan dalam negeri penentuan domisili
fiskal dilihat dari tempat didirikan atau tempat kedudukan badan tersebut.
Pengertian didirikan di Indonesia merupakan dasar hukum atas pendirian badan
tersebut, dengan menggunakan hukum Indonesia dan kemudian didaftarkan di
Indonesia. Contohnya, untuk mendirikan perseroan terbatas, maka harus
menggunakan dasar hukum UU omor 40 Tahun 2007 dan ketentuan lain yang terkait
dengan pendirian perseroan terbatas di Indonesia, kemudian didaftarkan untuk
mendapatkan pengesahan dari kehakiman. Pengertian tempat kedudukan adalah
tempat kedudukan manajemen efektif (effectiue management) berada. Tempat
manajemen efektif bisa diartikan sebagai tempat biasanya keputusan-keputusan
penting manajemen tersebut diambil. Dengan kata lain, tempat kedudukan
manajemen biasa diartikan sebagai tempat kantor pusat wajib pajak badan
terletak.
Wajib pajak dalam negeri, baik orang pribadi maupun badan,
sesuai pasal4 ayat (1) UU PPh, maka akan dikenakan pajak - baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Dengan kata lain, wajib pajak
dikenakan pajak menggunakan prinsip world wide income.
C. Subjek
Pajak Luar Negeri
Subjek pajak luar negeri adalah:
Subjek pajak luar negeri adalah:
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalamjangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak 1ebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalamjangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima
atau memero1eh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Subjek pajak luar negeri, baik orang pribadi maupun badan
sekaligus merupakan wajib pajak, karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia
atau menerima dan I atau memero1eh penghasilan yang sumber dari
Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Ilustrasi
Mr. Bill seorang warga negara
asing (WNI) yang mempunyai keahlian dalam bidang geocesmic. Mr. Bill beker]a
pada sebualt perusahaan pertambangan yang sedang dalam tahap eksplorasi di kawasan
Indonesia Timur Pekerjaan tersebut mengharnskan Mr. Bill untuk melakukan kunjungan
ke lokasi penambangan beberapa kali dalam satu tahun. Mr. Bill berada di
Indonesia selama 120 hari dalam setiap tahunya:
Bagaimanakah status subjek pajak
Mr. Bill menurut UU PPh ?
Da1am ilustrasi kasus di atas, Mr
Bill berada di Indonesia selama 120 hari atau kurang dari 183 hari, sehingga
status subjek pajak untuk Mr. Bill adalah subjek pajak luar negeri.
Wajib pajak luar negeri hanya akan dikenakan pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh bersumber dari Indonesia saja. Pasal
26 UU PPh mengatur, bahwa atas penghasilan wajib pajak luar negeri, dengan nama
dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau
telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam
negeri, penye1enggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya, maka kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap
di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua pu1uh persen) dari jumlah bruto
oleh pihak yang wajib membayarkan. Adapun penghasilan wajib pajak luar negeri
yang menjadi objek pemotongan PPh pasal 26 adalah:
·
dividen;
·
bunga
termasuk premium, diskonto, dan imbalan, sehubungan dengan jaminan pengembalian
utang;
·
royalti,
sewa, dan penghasilan lain, sehubungan dengan penggunaan harta;
·
imba1an,
sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
·
hadiah dan
penghargaan;
·
pensiun dan
pembayaran berka1a lainnya;
·
premi swap
dan transaksi 1indung nilai 1ainnya; danl atau
·
keuntungan,
karena pembebasan utang.
Sesuai ketentuan ini, misalnya suatu badan subjek pajak
dalam negeri membayarkan royalti sebesar Rp. 100.000.000 kepada wajib pajak
luar negeri, maka subjek pajak dalam negeri tersebut berkewajiban untuk memotong
pajak penghasilan sebesar 20% dari Rp. 100.000.000,00 atau Rp. 20.000.000.
Sebagai contoh lain, seorang atlet dari luar negeri yang ikut mengambil bagian
dalam perlombaan lari maraton di Indonesia merebut hadiah uang, maka atas
hadiah terse but dikenai pemotongan pajak penghasilan sebesar 20%.
Selain itu, PPh pasal26 juga dikenakan pada penghasilan
dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam
Pasal 4 ayat (2), dan penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham yang
diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di
Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar
negeri. Besarnya PPh pasa126 yang dipotong adalah 20% (dua puluh persen) dari
perkiraan penghasilan netto.
0 comments:
Post a Comment